PERANG MALUKU
Konfrontasi umat Islam dengan penjajah Portugis-Kristen tidak hanya terjadi di Jawa
dan Sumatera, tetapi juga terjadi di Maluku.Seperti telah diungkapkan di muka bahwa
kedatangan Portugis ke Maluku bersamaan waktunya dengan kedatangan Spanyol yaitu
pada tahun 1521. Kedatangan Portugis Kristen ke Maluku, semula disambut baik oleh
kedua kesultanan Islam di Tidore di bawah pimpinan Sultan Mansur dan di Ternate di
bawah pimpinan Sultan Khairun.
Kedatangan Portugis-Kristen bukan saja bermaksud untuk memonopoli perdagangan
rempah-rempah seperti cengkeh dan pala, tetapi juga bertujuan untuk mengkristenkan
umat Islam Maluku. sebab pada tahun 1546 rombongan missi Kristen Katholik di
bawah pimpinan. propagandis terkenal Franciscus Xaverius telah turut terjun
mengkristenkan umat Islam di Maluku. Methoda yang dilakukan, bukan saja dengan
da'wah tetapi lebih banyak dengan jalan paksaan, melalui kekerasan militer dan senjata
sebagaimana dilakukan di Spanyol pada akhir abad-ke-15.
Perjanjian persahabatan dan dagang antara Sultan Khairun dengan gubernur Portugis-
Kristen de Mesquita yang ;di tanda-tangani pada tahun 1564, dianggap seolah-olah
Sultan Khairun itu di bawah jajahan Portugis-Kristen. Pada suatu kali Sultan Khairun
ditangkap oleh Gubernur de Mesquita dan dibawa ke Goa, pusat jajahan Portugis-
Kristen di Timur.
Dari Goa sultan di bawa ke portugal di Eropa. Di dalam pertemuan antara Raja Portugis
dengan Sultan Khairun berjalan tidak seimbang, sehingga keputusan yang diambil
sangat menguntungkan Portugis-Kristen. Persetujuan perjanjian yang diperbaharui itu
menyebutkan bahwa hak-hak sultan sebagaimana biasa diakui, tetapi Portugis-Kristen
berhak memonopoli perdagangan rempah-rempah di Ternate dan usaha misi Kristen
Katholik untuk kristenisasi tidak boleh dihalang-halangi oleh sultan. Dan jika terjadi
perselisihan antara sultan dengan gubernur Portugis-Kristen, maka raja Portugislah yang
berhak menyelesaikannya.
Perjanjian yang sangat merugikan ini, mengakibatkan posisi kesultanan Ternate makin
terjepit, apalagi sultan-sultan Tidore, Jailolo (Gilolo) dan Bacan boleh dikatakan telah
kehilangan kekuasaannya. Tidore semenjak meninggalnya Sultan Mansur praktis telah
kehilangan kedaulatan; Sultan Bacan telah dipaksa memeluk agama Kristen dan Jailolo
telah sepenuhnya dikuasai Portugis-Kristen. Melihat kondisi seperti itu, tinggal Sultan
Khairun masih berdiri tegak menghadapi penjajah Portugis-Kristen.
Baru saja satu tahun perjanjian Sultan Khairun dengan Raja Portugis-Kristen berjalan,
ternyata Gubernur de Mesquita sebagai pelaksana perjanjian itu telah menganggap
bahwa kesultanan Ternate sebagai daerah jajahannya saja. Akhirnya Sultan Khairun
kehilangan kesabarannya dan membatalkan secara sepihak perjanjian tersebut serta
sekaligus menyatakan perang kepada Portugis-Kristen. Keputusan ini dilanjutkan
dengan tindakan militer yaitu pasukan tentera Islam diperintahkan mengusir semua
orang Kristen, baik Portugis maupun penduduk asli, dari kekuasaan Sultan Ternate.
Pelaksanaan perintah ini menimbulkan pertempuran, yang mengakibatkan beratus-ratus
missionaris dan umat Kristen mati terbunuh dan beribu-ribu orang Kristen yang sempat
melarikan diri ke Ambon dan Mindanao.
Peristiwa ini menimbulkan kemarahan Gubernur de Mesquita dan pimpinan missionaris,
sehingga cepat-cepat meminta bantuan dari Malaka dan Goa. Datangnya tentara
Portugis-Kristen dari Malaka dan Goa, tidak menyebabkan pasukan tentera Islam di
bawah pimpinan Sultan Khairun menjadi gentar, bahkan menumbuhkan semangat untuk
mati syahid di medan pertempuran, pertempuran yang gagah-perkasa dari pasukan
tentara Islam Ternate ini, mengakibatkan kerugian yang besar bagi pasukan tentara
Portugis-Kristen. Oleh karena itu Portugis-Kristen yang licik ini, cepat-cepat mengajak
damai.
Ajakan damai diterima oleh Sultan Khairun dengan syarat bahwa semua pemeluk
Kristen harus keluar dari Ternate sekaligus dan tidak boleh ada lagi kegiatan
Kristenisasi di Ternate. Perjanjian perdamaian dan persahabatan ditanda-tangani lagi
antara Sultan Khairun dengan Gubernur de Masquita, dengan masing-masing
memegang Kitab Suci, A1 Qur'an bagi Sultan Khairun dan Injil bagi Gubernur de
Masquita. Kemudian atas inisiatif Gubernur de Masquita akan diselenggarakan resepsi
peresmian perjanjian perdamaian itu di kediaman gubernur sendiri.
Di saat resepsi berlangsung, di mana Sultan Khairun dengan rombongannya duduk
berhadap-hadapan dengan gubernur de Masquita, tiba-tiba seorang pengawal dari
tentara Portugis-Kristen telah menikam Sultan dari belakang, akibatnya terjadi
perkelahian berdarah, sehingga sultan dan sebagian dari rombongannya meninggal
dunia, hanya sebagian kecil yang dapat menyelamatkan diri dan pulang ke Ternate.
Pengkhianatan ini terjadi pada 28 Februari 1570.
Peristiwa ini sepenuhnya dilaporkan kepada Pangeran Babullah, putera Sultan Khairun,
di Ternate. Pengkhianatan keji Portugis-Kristen ini menimbulkan amarah umat Islam di
Ternate, dan secepat mungkin mengangkat Pangeran Babullah menjadi Sultan Ternate
menggantikan ayahnya. Dalam pelantikan Sultan Babullah menyentakkan pedang
pusaka ayahnya dan meminta sumpah-setia dari rakyatnya untuk berperang dengan
Portugis-Kristen, sampai Portugis-Kristen terusir dari Ternate dan tuntutan bela atas
kematian ayahnya terlaksana, semua rakyat yang hadir dalam upacara pelantikan sultan
ini, menyatakan kesetiaannya dengan Penuh ruhul jihad dan mati syahid.
Pasukan tentara Islam dibawah pimpinan Sultan Babullah sendiri bergerak menuju
kedua jurusan: satu pasukan tentara Islam dikirim untuk menghancurkan benteng
pertahanan Portugis-Kristen di Ternete dan satu pasukan tentara Islam lainnya
ditugaskan untuk menghancurkan benteng Portugis-Kristen di Ambon. Raja Bacan yang
telah menjadi pemeluk Kristen sepenuhnya memberi bantuan kepada Portugis-Kristen,
sedangkan Sultan Tidore menyokong tentara Islam Ternate.
Pertempuran dahsyat tak terhindar, sehingga korban di kedua belah-pihak banyak yang
berguguran. Berkat semangat mati syahid yang dimiliki oleh pasukan Sultan Ternate,
maka akhirnya benteng pertahanan Portugis Kristen di Ambon berhasil dibakar,
sehingga hanya sebagian kecil pasukan Portugis-Kristen dapat menyelamatkan diri dan
terus ke Malaka. Tinggallah para pemeluk Kristen di Ambon menjadi panik dan cemas,
khawatir disembelih oleh tentara Islam Ternate. Tetapi begitu pasukan tentara Islam
tiba, dengan tegas mereka menyatakan bahwa umat Kristen Ambon akan diampuni dan
tidak akan dipaksa masuk agama Islam, asal mengakui tunduk kepada kekuasaan Sultan
Babullah. Yang dikejar dan harus dibunuh adalah penjajah Portugis-Kristen sebagai
pengkhianat yang keji.
Walau benteng pertahanan Portugis-Kristen Ambon telah ditaklukkan, tetapi benteng
pertahanan Portugis-Kristen di Ternate sendiri masih mampu bertahan selama lima
tahun lamanya. Benteng pertahanan Portugis-Kristen di Ternate yang terkurung selama
lima tahun lamanya dan bantuan dari tentara Portugis-Kristen yang didatangkan dari
Malaka dan Goa tidak mampu menembus blokade pasukan Sultan Ternate, akibatnya
timbul kelaparan dan penyakit yang melanda pasukan Portugis-Kristen yang terkurung
itu. Dan alternatif satu-satunya tidak lain adalah menyerah kalah kepada tentara Islam
Ternate.
Mendengar penderitaan dan kesengsaraan yang diderita oleh tentara Portugis-Kristen di
dalam benteng yang terkurung itu maka Sultan Babullah mengirim utusannya kepada
mereka yang terkurung di dalam benteng untuk menerima usul Sultan. Isi usul atau
tawaran Sultan itu antara lain berbunyi: "Apabila orang-orang Portugis mau mengakui
kekalahannya dalam 24 jam ini, Sultan bersedia memberi izin tentara Portugis-Kristen
meninggalkan benteng itu dengan senjatanya sekaligus dan terus berangkat ke Malaka
atau tempat lain. Bahkan jika bangsa Portugis-Kristen bersedia menyerahkan hiduphidup
Gubernur de Masquita ke tangan Sultan, untuk menjalankan hukum "qishas",
maka sultan bersedia untuk melakukan perjanjian persahabatan kembali dengan
Portugis-Kristen, dengan tidak mengurangi kedaulatan Sultan Ternate atas negeri dan
rakyatnya.
Akhirnya pada akhir tahun 1575 tentara Portugis-Kristen menyerah kepada Sultan
Babullah, dan berkibarlah bendera pemerintahan Islam di benteng tersebut untuk
selama-lamanya, menggantikan bendera Portugis-Kristen.
Baca Juga Yang Ini
ISlam Vs Kristen